IBRAHIM TUNGGUL WULUNG




IBRAHIM TUNGGUL WULUNG
"APOLOS JAWA"

A. ASAL USUL YANG KONTROVERSIAL

Dr. Th. Van den End, Soetarman S.P., A.G. Hoegema menyebut nama aslinya (nama kecil) NGABDOOLLAH, sedang Ds, Surjono Harsosudirdjo, pendeta Margorejo, menyebut namanya ANA (ONO) alias pak WITIYAH. R. Sudicipto mengatakan nama aslinya RADEN MAS PADMOSUDIRDJO.
Pada tahun 1850 dia bertapa di gunung Kelud, oleh temannya dia di "juluki" TUNGGUL WULUNG, mengambil nama seorang perwira (jendral) dari raja Joyoboyo, Kediri.
Pada tahun 1853 dia datang ke Mojowarno untuk belajar agama kepada Ds. J.E. JELLESMA, kemudian mengabarkan Injil antara lain ke Ngawi, Rembang, Salatiga, Semarang, Jepara, Kayuapu -Kudus. Pada tahun 1856 dia menetap ke Bondo, daerah Jepara, saat itu dia belum dibabtiskan. Dia dibabtis oleh Ds. J.E. JELLESMA pada tanggal 6 Juli 1857 (menurut J.D. Wolterbeek dan diberi nama IBRAHIM, nama lengkapnya IBRAHIM TUNGGUL WULUNG)
Di Bondo dia menerima gelar dari murid muridnya "KANJENG RAMA ANA" (Lidya Herwanto dan A.G. Hoegema).
Dia dilahirkan di desa Pekuwon, Patangbakaran, Juwono, sumber dari Ds. Sudjono Harsosudirdjo, dan Soetarman menyebut di desa Bangsa pada sekitar 1803.
Menurut R. Sudicipto, Tegal, menyebut bahwa Ibrahim Tunggul Wulung masih cicit Canggah dari KGPAH Mangkunegoro I, tetapi menurut Wirosodarmo Jebus masih buyut dari KGPAH Mangkunegoro I.

B. KETURUNAN YANG KONTROVERSIAL.

Dia mempunyai dua orang istri, istri pertama bertemu di pertapaan gunung Kelud, bernama ENDANG SAMPURNOWATI. Dan menurut DS. Sudjono Harsosudirdjo, tidak mempunyai anak, hanya anak angkat. Tetapi menurut R. Sudicipto, anaknya bernama R. KROMOATMODJO yang menantu dari NEKODEMUS WAKIMAN (Guru Injil yang berasal dari Mojowarno). R. Kromoatmodjo masih kakek dari R. Sudicipto atau mertua dari Ds. Sudjono Harsosudirdjo. Sedang menurut R. Wirosodarmo Jebus anaknya bernama IMAM PASRAH dari Kayuapu, Kudus. Menurut A.G. Hoegema salah seorang anaknya bernama Ibrahim (sama nama) selaku pendiri Jemaat Anthing. J.D. Wolterbeek menyebutkan nama cucunya adalah RUSTIMAN yang menggantikan Ibrahim Tunggul Wulung setelah meninggal dunia. Padahal RUSTIMAN adalah anak dari YESAYA SARIDIN SARITRUNO.
CATATAN untuk penjelasan:
Ds. Sudjono Harsosudirdjo menikah dengan anak nomor 3 dari R. Kromoatmodjo, setelah istri pertama meninggal dunia, dia menikah lagi dengan anak nomor 6 dari R. Kromoatmodjo. Sedang ayah dari R. Sudicipto adalah anak nomor 5 dari R. Kromoatmodjo, yang tentunya Ds. Sudjono Harsosudirdjo tau bila R. Kromoatmodjo anak kandung dari Ibrahim Tunggul Wulung. Tetapi Ds. Sudjono Hs. mengatakan Ibrahim Tunggul Wulung tidak memiliki anak, hanya anak angkat. Diserahkan kepada pembaca terkait.
Keterangan diatas hasil wawancara R. Wirosodarmo Jebus dengan Ds. Sudjono Harsosudirdjo pada tahun 1962.
Sedang istri kedua, adalah istri temannya sendiri yang bernama DANIEL alias KARNO anak dari LAUT GUNOWONGSO yang bernama SARA, menurut Ds. Sudjono Hs., alias BOK KALIMAH, sedang menurut A.G. Hoegema, alias BOK KALIMIN. Anaknya KALIMAH (perempuan) atau KALIMIN (laki laki) adalah anak "gawan", anak dari DANIEL KARNO. Menurut sumber Sri Murti, Pati, KALIMAH atau KALIMIN menurunkan PETRUS dan MANTIAS.
Banyak orang orang di sekitar Muria yang mengaku sebagai keturunan IBRAHIM TUNGGUL WULUNG, namun tidak jelas silsilahnya. Silsilah yang disusun oleh R. Wirosodarmo Jebus juga belum ada sanggahan dari sanak famili, bandingkan dengan Silsilah NEKODEMUS WAGIMAN.

2. KYAI NGABDOOLLAH MENGABARKAN INJIL

A. KYAI NGABDOOLLAH SEBELUM DIBABTISKAN.
Kyai Ngabdullah (ANA), berasal dari desa Pekuwon, Patang-bakaran, Juwono, Pati. Ia sangat gemar akan kekayaan duniawi, hingga milik peninggalan orang tuanya juga dirampas, dan saudara saudaranya tidak diberi bagian. (Sutarman menyebut lahir di Bangsa, Juwono).
Ketika ia sadar akan perbuatan yang salah lalu ia menyesal. Untuk menebus kesalahannya lalu semua harta bendanya dijual dan uang hasil penjualan barang barang tersebut dibagi bagikan ke fakir miskin, karena ternyata harta kekayaan tidak membawa kebahagiaan. Dia mengira dengan mendemarkan hasil penjualan harta kekayaannya kepada fakir miskin akan membawa kebahagian, ternyata tidak. Oleh karena itu sisa kekayaan yang masih ada padanya didermakan kepada orang orang yang hidup dibawah pohon beringin sampai habis. Dan diapun ikut duduk dibawah pohon beringin. Belum begitu lama dia duduk, dia melihat kontrolir datang naik kuda. Timbullah rasa ingin merampas kudanya, agar dia dapat bepergian kemana saja.

Ternyata tuan kontrolir berhenti dan turun dari atas kudanya dan mengikat kudanya di pohon perdu. Dalam hati Ngabdullah, suatu kesempatan baik untuk mencuri dan melarikan diri ke Semarang. Tanpa banyak kesulitan, dia mencuri kuda tersebut dan melarikan diri ke arah Semarang. Sesampai di Semarang dia berhenti di Kampung Lukireng. Ternyata berita pelariannya dengan mencuri kuda milik kontrolir sudah diterima oleh polisi di Semarang. Polisi ya menunggunya, langsung menangkap dia dan membawanya kekantor polisi, tetapi ditengah perjalanan dia melarikan diri. Dia harus meninggalkan Jawa Tengah Utara, dan melarikan diri ke arah Timur. Sebelum berangkat dia singgah ke Juwono lebih dulu, dia merasa seolah olah ada "penglihatan" sebuah cahaya di ufuk Timur.  Demikianlah dia memasuki wilayah Jawa Timur. Kemudian yang dituju gunung Kelud, dia ingin bertapa di sana. Di gunung Kelud ini dia bertemu dengan seorang wanita yang bernama ENDANG SAMPURNOWATI, yang kemudian dinikahinya. Dalam pertapaan tersebut dia menemukan sehelai kertas bertuliskan "Hukum Sepuluh" dibawah tikarnya, dan terdengar suara agar turun gunung dan menuju ke arah barat menjumpai seorang Belanda yqng akan mengajarkan "agama baru". Dari gunung Kelud dia singgah ke Nganjuk, dan disana bertemu dengan seorang yang bernama SOMITO berasal dari Grobogan (Gundih) yang memiliki ilmu kesaktian, sehingga mereka menjadi akrab karena sepaham. Mereka akhirnya bersepakat menuju Ngoro untuk menjumpai C.L. Coolen yang terkenal mempunyai "ilmu baru". Tetapi ternyata sesampai di Ngoro, mereka mendapat keterangan, bahwa kemasyhuran tuan Coolen sudah pudar. Mereka dianjurkan bergerak ke Utara menuju Mojowarno untuk menjumpai Ds. J.E. Jellesma dan Paulus Tosari. Kejadiannya sekitar tahun 1853, sehingga diperkirakan dia mulai bertapa di gunung Kelud sekitar tahun 1850 serta secara ringkas dia diterima sebagai murid dan belajar agama Kristen.
Perlu dijelaskan bahwa, Kyahi Ngabdullah saat bertapa di gunung Kelud, oleh teman temanya diberi nama TUNGGUL WULUNG, yang mengingatkan nama seorang perwira dari Raja JOYOBOYO, Kediri.
Kelak setelah dibabtiskan dia berganti nama menjadi IBRAHIM, sedang SOMITO berganti nama menjadi BARNABAS. Namun pada kunjungannya tahun 1853 dia belum di babtis.
Untuk menguji kesetiaannya, dia mulai mengabarkan Injil di desa Dimoro dan Pelar dekat Kepanjen; Jenggrik dan Penanggungan dekat kota Malang, dan Jinggo dekat Pandaan (sumber J.D. Wolterbeek) dan Ngawi, semua berada di Jawa Timur. Kemudian juga dia mengabarkan Injil di Rembang, Salatiga, Semarang, Jepara, Kayuapu-Kudus, semua di Jawa Tengah, kemudian menetap di Bondo, sebelah Utara Jepara, dan dia mendirikan pemukiman Kristen. Hasil penginjilannya kemudian dikumpulkan di Bondo dan dikembangkan di Tegalombo dan Dukuhseti (yang kemudian dipindahkan ke Banyutawa).
Para penginjil Belanda pada dasarnya kurang senang, karena Tunggul Wulung sendiri belum dibabtis, bahkan Pieter Jansz (tua) menawarkan untuk memberi pelajaran terlebih dahulu, karena dinilai pengetahuan kekristenannya masih rendah, akan tetapi tawaran inipun di tolak.
Bahkan dia pernah mengatakan: "Dalam 3 hari saya dapat mengumpulkan jumlah orang lebih besar daripada yang diperoleh para penginjil Belanda selama 30 tahun". Kata katanya memang menjadi kenyataan, pada saat meninggalnya jumlah warganya 1.058 orang. Sementara P. Jansz hanya mempunyai 150 anggota setelah bekerja selama 35 tahun (Sutarman).
Untuk itu pada tahun 1857, dia datang kembali ke Mojowarno minta dibabtis dan pada tanggal 6 Juli 1857 dia dibabtis oleh Ds. J.E. Jellesma di Mojowarno. Atas hasil pelayanan Injilnya dia diberi gelar: "SEORANG APOLLOS JAWA".
Dan kesempatan ini digunakan oleh Ibrahim Tunggul Wulung untuk menjenguk sahabat akrabnya SOMITO Barnabas di Nganjuk.

B. KYAI IBRAHIM TUNGGUL WULUNG SESUDAH DIBABTIS.

Setelah sampai di Nganjuk ternyata Somito Barnabas sudah tidak ada ditempat. Setelah masyarakat sekitar mengetahui bahwa Somito Barnabas menjadi Kristen mereka mengusirnya dari Nganjuk. Somito Barnabas bergabung dengan GI MARKUS BARIS di desa ADITOYA, dibawah asuhan Ds. C. Poensen dan kesanalah Kyai Ibrahim Tunggul Wulung pergi. Pertemuan sahabat karib setelah berpisah selama 4 tahun sangat mengharukan.
Setelah beristirahat beberapa hari, Kyai Tunggul Wulung pamit diri untuk kembali. Dalam perjalanan pulang ke Bondo, dia disertai seorang anak laki laki bernama TARUP. Dia menyempatkan diri mengunjungi Jemaat Kayuapu dibawah pimpinan GI FILEMON dan disana dia juga menyempatkan membantu mengabarkan Injil.
Dan Kyai Tunggul Wulung memulai mengabarkan Injil di Tayu dan sampai ke desa DUKUHSETI.
Ternyata pelayanannya di Dukuhseti disertai Tuhan. Dan banyak orang yang menerima Kristus sebagai Juru Selamatnya. Namun dengan banyaknya yang menerima Kristus, mendapat tantangan dari dari penduduk yang tidak menyukainya. Mereka takut bahwa Kyai Ibrahim Tunggul Wulung menjadikan mereka Kristen semua. Maka mereka mengusir orang Kristen baru untuk pindah ke punden Jatikurung, agar mereka tidak berdaya untuk mengembangkan diri. Tetapi mereka salah sangka bahwa sebaiknya orang orang sekitar punden menyatakan menjadi Kristen, dan pundennya ditinggalkan. Bahkan menimbulkan kemarahan orang orang lain. Mereka diusir kembali dan kemudian membuka hutan didaerah pesisir  Utara Tayu dan diberi nama BANYUTAWA, karena di pesisir itu terdapat sumber air tawar. Dan orang orang dikumpulkan dan ditempatkan di Banyutawa dan jadilah desa Kristen atau Jemaat Banyutawa. Ini merupakan Jemaat ke dua sesudah Bondo (1856) yang berdiri pada tahun 1863, lalu menyusul Jemaat ketiga yaitu Tegalombo sebelah Utara Tayu (1869).
Selanjutnya Kyahi Ibrahim Tunggul Wulung melanjutkan perjalanan ke arah Rembang disertai seorang anggota topeng yang beragama Kristen. Dimana mana mereka berhenti, selalu membuat kesaksian, dengan menerima Kristus. Setelah jumlah mereka cukup banyak, mereka diajak ke Banyutawa. Hasil pekabaran Injilnya diserahkan kepada Pdt. Ant. Jansz (muda) untuk dibabtiskan.

C. KERJASAMA DENGAN PENGINJIL BELANDA DAN SADRACH

Pada dasarnya para penginjil Belanda, memandang "jiwa" Ibrahim Tunggul Wulung sulit dimengerti, terutama Pdt. Peter Jansz (tua). Tunggul Wulung memiliki harga diri tinggi dan dia akan berdiri tegak didepan pejabat pemerintah, maupun kepada penginjil Belanda. Padahal pada umumnya peraturan pada waktu itu, orang pribumi harus berjongkok didepan pejabat pemerintah dan penginjil Belanda. Pendeta P. Jansz menyebut Tunggul Wulung "kurang ajar" (tidak mengenal sopan santun), sehingga pertentangan itu semakin tajam. Sikap Tunggul Wulung menolak mengadakan kerjasama dengan penginjil Peter Jansz, utusan dari DZV (Doopgezinde Vereeniging ter bevordering der Evangelieverbreiding on de Nederlandsche bezittingen). Peter Jansz menuduh ajaran Tunggul Wulung mempunyai corak sinkretisme, pembauran antaran ajaran Kristen, Kebatinan Jawa dan Islam. Ajaran Tunggul Wulung cenderung kebatinan dan mistik, atau menjadikan agama Kristen menjadi "ngelmu Kristen" dan pengajarnya adalah "Guru ngelmu Kristen". Sedang Tunggul Wulung menyebut Peter Jansz bersikap otoriter, mendikte, pemarah, tidak kooperatif. Oleh karena itu A.G. Hoegema menyebut: "Sangat disesalkan, bahwa tidak pernah terjadi suatu kerjasama yang sungguh antara Ibrahim dan Jansz, seperti juga tidak terjadi antara para utusan Injil dengan Sadrach dikemudian hari".
Tetapi tidak demikian halnya dengan Mr. Anthing. Pada tahun 1863 Mr. Anthing menjabat selaku Wakil Kejaksaan Tinggi di Semarang. Dia juga aktif dalam pekabaran Injil kepada orang pribumi. Dia menyelenggarakan kebaktian Minggu bagi orang orang pribumi dan Ibrahim Tunggul Wulung sangat cepat berkenalan dan saling akrab.
Dalam kebaktian tersebut Ibrahim Tunggul Wulung  berkenalan dengan RADIN ABAS, lewat perantara muridnya yang bernama PAK KURMEN (KURMON), yang pernah menjadi guru ngelmunya Radin Abas, yang telah "dikalahkan" dalam debat umum melawan Ibrahim Tunggul Wulung, dan perkenalan ini mendorong Radin Abas menjadi Kristen.
Pada tahun 1865 Mr. Anthing pindah ke Batavia menjabat sebagai Wakil Mahkamah Agung. Pada tahun 1866 Ibrahim Tunggul Wulung mengajak Radin Abas menjenguk Mr. Anthing di Batavia dan kedatangan mereka disambut dengan baik. Di Batavia Ibrahim Tunggul Wulung membantu Mr. Anthing mengabarkan Injil antara lain di Batavia sendiri, Buitenzorg (Bogor), Tangerang dan di Cikoiya. Dan kemudian Radin Abas dititipkan ke Mr. Anthing dan dia diangkat menjadi muridnya. Mr. Anthing tertarik kepada kepribadian Radin Abas, maka pada tanggal 14 April 1867 di Gereja Zion, dia dibabtiskan dan Radin Abas memilih nama babtis SADRACH, sebagai ganti nama muslim Abas, sehingga namanya menjadi SADRACH RADIN. Setelah dibabtis Sadrach Radin memohon diri untuk kembali ke Jawa Tengah (Bondo) bergabung denga Ibrahim Tunggul Wulung.
Pada tahun 1866 Ibrahim Tunggul Wulung mendengar, bahwa di Purworejo, Begelen, seorang nyonya Belanda bernama Ny. PHILIPS telah mengabarkan Injil kepada orang orang pribumi. Ibrahim ingin menyaksikan diri, maka berangkatlah bersama Tarub yang dibawa dari Nganjuk. Dia kagum atas kerja Ny. Philips. Oleh karena itu dia meninggalkan Tarub untuk membantu pekerjaan Ny. Philips dan Tarub sudah dibabtis oleh Ds. Poensen di Kediri.
Setelah Sadrach Radin bergabung dengan Ibrahim Tunggul Wulung di Bondo, sekitar setahun, maka pada tahun 1868 dia mohon diri untuk berkelana ke Jawa Timur, antara lain ke Jemaan Mojowarno dan Jemaat-jemaat lain. Dan dia ingin belajar bagaimana mendirikan dan mengelola suatu Jemaat Kristen.
Sekembali Sadrach ke Bondo, oleh Ibrahim Tunggul Wulung diajak ke Purworejo. Kedatangan mereka disambut dengan gembira oleh Ny. Philips dan oleh Ibrahim Tunggul Wulung Sadrach diserahkan kepada Ny. Philips agar membantu pekerjaannya. Setelah Ny. Philips meninggal dunia, maka Sadrachlah yang menerima warisan meneruskan pelayanan kepada Jemaat yang ritinggalkan. 
Corak kekristenan Sadrach, oleh Lydia Herwanto, yang mendirikan "Jemaat Kristen Jawa Merdeka" adalah dari pengaruh J.E. Jellesma, Ibrahim Tunggul Wulung dan Mr. Anthing.
Sadrach mencontoh Ibrahim Tunggul Wulung gurunya sebagai "Pembela Kekristenan Jawa yang berani", dan tetap meneruskan cara "guru ngelmu" didalam penginjilannya, meskipun telah menjadi Kristen.
Pada 1868 Ibrahim Tunggul Wulung, kawin lagi dengan SARA alias BOK KALIMIN ada yang menyebut BOK KALIMAH, istri dari temannya sendiri bernama DANIEL alias KARNO atau menantu ABRAHAM LAUT GUNOWONGSO (dimadu). Ini yang menjadi penghambat, para penginjil Belanda menyarankan agar salah seorang diceraikan, tetapi dia tidak mau.

D. JEMAAT HASIL PENGINJILAN NZG

Pada dasarnya kelompok Kayuapu (sebelah Utara Kudus) adalah hasil penginjilan Ibrahim Tunggul Wulung. Setelah agak banyak yang ingin menerima Kristus, maka diundanglah Ds. W. HOEZOO dari "Nederlands Zendelings Genootschap" (NZG) yang berkedudukan di Semarang pada tahun 1853. 
W. HOEZOO kemudian berkirim surat kepada J.E. Jellesma agar dikirimkan tenaga pribumi yang dapat mengajar, lalu diutuslah ASA KIMAN. (Asa Kiman = Nekodemus  Wakiman didikan J.E. Jellesma dari Mojowarno berasal dari Bangkalan, Madura)
Pada tahun 1854 ada 17 orang yang minta dibabtiskan. Pada tahun 1857 jumlahnya sudah mencapai 45 orang. Ada seorang hasil babtisan di Kayuapu yang dipandang cukup mampu membantu pelayanan , namanya ditambah menjadi NURIMAN PASRAH (IMAM PASRAH?). Karena Asa Kiman ditarik ke Semarang, maka diganti Guru Injil FILEMON didikan J.E. Jellesma dari Mojowarno berasal dari Bangkalan Madura.
Ds. W. Hoezoo minta ijin kepada Pemerintah untuk bertempat tinggal di Kayuapu, akan tetapi permohonannya ditolak. 
Pada tahun 1859 terjadi perkembangan di desa Ngalapan, dekat Pati, maka Ds. W. Hoezoo dari Semarang melayani bergiliran antara Ngalapan dan Kayuapu, karena permohonan berdomisili di desa di tolak oleh Pemerintah.

E. JEMAAT JEMAAT HASIL PENGINJILAN DZV.

Misi/ Zending DZV adalah beraliran Mennonit, mengenal babtis dewasa, maka pada tahun 1851 berangkatlah Pdt. Pieter Jansz, untuk selanjutnya dikenal dengan sebutan Pdt. P. Jansz tua, sementara menumpang di rumah Ds. W. Hoezoo di Semarang. Kemudian dia berkenalan dengan seorang dari bangsa Armenia bernama SUKIAS yang berdomisili di Persil Cumbring dekat kota Jepara. Bulan Agustus 1852 dia pindah ke Jepara. Ijin resminya  dari Pemerintah tertanggal 17 Februari 1853. Mulai tahun 1854 hasil penginjilannya mendatangkan buah, dan dia berpendapat bahwa penginjilan akan berhasil, bila dilakukan oleh orang pribumi sendiri. Oleh karena itu dia berkirim surat kepada J.E. Jellesma dari Mojowarno, agar dikirimkan tenaga penginjil Jawa. Maka dikirimkanlah SEMION SAMPIR hasil didikan J.E. Jellesma yang juga berasal dari Bangkalan Madura.
Telah diceritakan didepan tentang pertentangan antara P. Jansz dengan Ibrahim Tunggul Wulung yang dikatakan tidak punya sopan santun dan berpengetahuan rendah, sedang Ibrahim Tunggul Wulung mengatakan, bahwa P. Jansz bersikap otoriter, ingin menguasai, mendikte dan mudah emosi.
Untuk melancarkan usaha Pekabaran Injilnya, P. Jansz menyusun sebuah buku kecil (traktaat) dengan dasar ayat: "Waktunya telah genap, Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil" (Markus 1:15). Sebagai contoh antara lain dikirim kepada Asisten Residen di Jepara. Tulisannya dianggap berbahaya, dapat menimbulkan konflik dengan umat Islam, maka pada tanggal 26 Maret 1859 ijin Pekabaran Injil  oleh Gubernur Jendral Ch. F. PAHUD dicabut. Meskipun dengan berbagai usaha untuk menghidupkan kembali ijin Pekabaran Injil, tetapi tidak pernah berhasil sampai meninggalnya pada tahun 1904 dan kebaktian digrebeg dan dijaga polisi. Pada tahun 1863, DZV mengutus N.D. Schuurmans, P. Jansz hanya di belakang layar. 
Pada tahun 1869 beberapa orang yang dipimpin oleh PASRAH yang telah dibabtis P. Jansz membuka hutan KEDUNG PENJALIN, dekat Bondo.
Note: Pasrah = Sarwo Pasrah, anak dari IMAM PASRAH (Wolterbeek menyebutnya Nuriman Pasrah dari Kayuapu, Kudus. 
Karena kesehatannya terganggu, maka N.D Schuurmans terpaksa kembali ke negara Belanda. Kemudian DZV mengutus P. ANT. JANSZ anak dari P. Jansz, lebih dikenal dengan sebutan P. A. Jansz "muda". Dengan mudah dia memperoleh ijin dari pemerintah, sebaliknya ayahnya tetap tidak diberikan ijin.
Setelah 25 tahun mengabarkan Injil, Jansz tua dan muda bergumul hasilnya, bila Pekabaran Injil akan lebih berhasil bila dilakukan di desa daripada di kota. Mereka melihat contoh yang terjadi di Jawa Timur, yang dilakukan oleh C.L. Coolen di Ngoro.
Maka pada tahun 1881 DZV mengajukan permohonan ijin kepada pemerintah untuk membangun sebuah Persil yang luasnya 200 bau, sebelah Utara Tayu, didaerah pesisir. Ternyata ijin diberikan, maka mulai tanggal 9 Juni 1883, Persil tersebut dibuka dengan diberi nama MARGOREJO. Orang orang Kristen di Jepara di boyong ke Margorejo, P. Jansz tua tidak ikut, dia pindah ke Salatiga. P.A Jansz bertindak sebagai "tuan Persil", dan orang orang Kristen dikenakan pajak sekedarnya, dan polanya mengikuti cara. C.L. Coolen di Ngoro.

F. SEPENINGGAL IBRAHIM TUNGGUL WULUNG

Pada bulan Februari 1885 Ibrahim Tunggul Wulung meninggal dunia. Jemaat jemaat yang ditinggalkannya diserahkan kepada RUSTIMAN cucunya. Karena tidak mampu mengurusi, maka pada tahun 1887 Jemaat Bondo, Tegalombo dan Banyutawa diserahterimakan kepada DZV.
Terjadilah perubahan total, tatacara ibadah yang semula mengikuti pola J.E. Jellesma (NZG) menjadi pola DZV.
Demikian juga Jemaat Kayuapu dan Ngalapan, setelah Ds. W. Hoezoo meninggal dunia, juga diserahkan terimakan kepada DZV.
Pengembangan selanjutnya DZV membuka hutan, pada tahun 1901 lahir Jemaat MARGOKERTO, dan tahun 1903 lahir Jemaat BUMIARJO. Pada tahun 1923 lahir Jemaat KELET, dan setelah tahun 1915 didirikan Rumah Sakit Kristen Kelet. 
Tahun 1916 berdiri Rumah Sakit Kusta DONOROJO. Dan tahun 1925 dibuka Persil di Pakis sebelah barat gunung Muria, maka berdirilah Jemaat PAKIS.
Pada tanggal 30 Mei 1940 didirikan "PATUNGGILAN PASAMUWAN KRISTEN DJAWA TATA INJIL ING KARESIDENAN PATI, KUDUS, JEPARA", yang kemudian dikenal dengan "GEREJA INJILI DI TANAH JAWA" disingkat GITJ.

G. TINJAUAN DAN ANALISIS

Ibrahim Tunggul Wulung dari segi pendidikan, memang dia orang kurang pandai dalam pendidikan agama Kristen, tetapi mengapa banyak orang yang percaya kepada Kristus dengan perantara dia? Jadi orang percaya bukan karena pemberita yang pandai, tetapi karena "kharisma". Dan inilah yang harus dimiliki oleh seorang penginjil. Memang dia dicela karena caranya sebagai "Guru Ngelmu Kristen", tetapi para penginjil Belanda harus juga mempelajari "situasi dan kondisi" obyek Pekabaran Injil dan jiwa orang pribumi Jawa. Itulah mengapa Ibrahim Tunggul Wulung lebih berhasil dari Peter Jansz.
Ibrahim Tunggul Wulung patut diangkat menjadi "pahlawan" karena jiwa patriotismenya, yang terkenal dengan motto mottonya: 
1. Salahkah jika orang Jawa mengikuti utusan Injil Eropa, mereka harus merupakan orang Kristen Jawa dan mereka harus mencari Kristus bagi dirinya sendiri.
2. Saya tidak menentang orang Belanda secara pribadi, tetapi saya menentang setiap bentuk "penjajahan", baik dari pihak Pemerintah Kolonial, maupun dari pihak utusan utusan Injil.
3. Dalam mengabarkan Injil, tidak ada yang dikhawatirkan. Dimana saja saya datang, orang memberikan tempat tidur dan nasi kepadaku, hanya itulah yang saya perlukan.

J.E. Jellesma, Mr. Anthing, Ny. Philips adalah utusan utusan yang memahami "jiwa Ibrahim", oleh karena itu mereka bebas bergaul, saling menghargai dan menghormati merupakan persaudaraan yang sejati.
Dia yang meletakkan dasar bagi pertumbuhan GEREJA INJILI DI TANAH JAWA dikemudian hari.
Bukan sekedar "pengaruh" NZG yang dibawa oleh Ds. W. Hoezoo, tetapi ada jalinan kekeluargaan antara gereja Jawa di Jawa Timur (kemudian menjadi GKJW) dengan Gereja Jawa disekitar Muria (kemudian menjadi GITJ), karena:
1. GI WAKIMAN NEKODEMUS, lihat silsilah Bangkalan kelompok Nekodemus Wakiman.
2. GI FILEMON, lihat silsilah Bangkalan kelompok Filemon.
3. SEMION SAMPIR, lihat silsilah Bangkan kelompok Semion Sampir.
4. GI YEHUDA LIMBUN, lihat silsilah Bangkalan kelompok Yehuda Limbun.

Selain daripada itu perkawinan antar warga GKJW dengan GITJ, atau tokoh setempat dengan para Guru Injil dari Mojowarno, tersebut diatas antara lain:
1. Silsilah SARWO PASRAH, lihat silsilah kelompok lain, kelompok Tunggul Wulung.
2. Silsilah YESAYA SARIDIN SARITRUNO bersaudara, lihat silsilah kelompok lain, kelompok Abisai - Yesaya.

Sehingga bukan hanya merupakan GKJW merupakan "Gereja Saudara", tetapi GITJ juga merupakan "Gereja Saudara" yang saling berhubungan satu dengan lainnya.

KYAI IBRAHIM TUNGGUL WULUNG

Kyai Ibrahim Tunggul Wulung + a. Endang Sampurnawati, b. Bok Kalimah (Sara)

1.1.a. Senopati alias Imam Pasrah + tak dikenal
1.2.a. Trunojoyo alias Trunosemito + tak dikenal
1.3.b. Kalimah (gawan) + tak dikenal

1.1. Senopati alias Imam Pasrah + tak dikenal

1.1.1. Sarwo Pasrah + tak dikenal
1.1.2. Amon Pasrah + Aminah Trunosemito
1.1.3. Amsal Pasrah + tak dikenal

1.2. Trunojoyo alias Trunosemito + tak dikenal
1.2.1. Aminah + Amon Pasrah

1.3. Kalimah (gawan) + tak dikenal
1.3.1. Petrus + tak dikenal
1.3.2. Mantias + tak dikenal




Dihimpun oleh:
R. Hadi Wahjono


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

R. PRAYITNO WIRYOWIJOYO

YESAYA SARIDIN SARITRUNO

MATDAKIM MATHEUS